Minggu, 26 Oktober 2008

DUNIA YANG TERBELAH Tema kuratorial Komunitas PAKU

Kita hidup di dunia dimana perbedaan adalah realitas yang sudah dijejal sejak awal kelahiran, di Indonesia sendiri kenyataan bahwa ada bermacam-macam suku bangsa dan bahasa dan tinggal di kepulauan yang banyak dan terpencar-pencar adalah semacam makanan pokok karena selalu kemudian dikaitkan dengan kekayaan bangsa.

Dunia selalu lebih rumit dari pada tampaknya atau malah lebih sederhana, mengenai keaneka ragaman yang sedemikian rupa malah sering pada akhirnya kita anggap satu atau lebih. Muncul sebagai Jargon politik, definisi seadanya dalam artikel-artikel populer atau semacam pola yang menetap dalam otak kita karena terbiasa berpikir serba hitam dan putih? Tapi begitulah keadaannya, dunia yang tidak sederhana akan lebih gampang untuk kita pahami jika kita bagi-bagi. Jadi gambaran semacam itu hanya ada di dalam benak atau angan-angan kita.

Saat ini yang konon sering disebut sebagai era kontemporer dimana kepribadian Lebih sering disangkut pautkan dengan pekerjaan atau pekerjaan mencerminkan kepribadian tertentu, kita akan menemui sekian banyak orang dengan kepribadian terbelah. Kalau memang sebuah pekerjaan atau katakanlah profesi atau karir adalah sebuah dunia maka mereka yang saat siang adalah guru terhormat kemudian saat malam menarik ojek adalah orang yang berada di dua dunia, bukankah tidak sedikit orang yang demikian ini sekarang?

Mengherankan, jika dalam benak kita pun ada semacam kegandrungan terhadap perbedaan atau semacam pemisahan antara unsur satu dengan atau berlawanan dengan unsur lain. Malahan pembedaan telah lama kita idap dan kemudian menjadi semacam pola pikir. Seakan-akan kita akan lebih mengenal dunia jika kita kemudian membuat dikotomi atau pembedaan-pembedaan dan juga melawankannya.

Di Indonesia pasti kita akan menemukan istilah Pribumi dan Nonpribumi. Istilah ini demikian populer sehingga rongga kesadaran kita seakan hanya melihat dua hal dalam melihat komposisi penduduk Indonesia.
Lihat juga kenyataan bagaimana peta dunia seakan dibedakan dalam kutub barat dan timur yang lebih menunjuk pada perbedaan garis budaya, politik, kemudian utara dan selatan yang sering diangkat-angkat karena jurang perbadaan sosial ekonomi.

Dunia atau peradaban barat selalu dihubungkan dengan kultur rasional, dimana tradisi berpikir kemudian disebut sebagai Progresif, sementara peradaban timur adalah dunia rasa dimana warna spiritualitas lebih dominan atau disebut sebagai kebudayaan Ekspresif. Pembelahan ini paling fenomenal karena akibatnya adalah hegemoni sebuah kebudayaan di atas kebudayaan lain sehingga salah satunya menjadi yang lain 'Liyan'.

Ada lagi pembagian menurut belahan (hemisphere) utara dan selatan, utara adalah peradaban yang penuh dengan kemakmuran dimana tingkat kemiskinan rendah sementara hemisphere selatan diwarnai olah angka kemiskinan yang tinggi.

Entah bagaimana modus serupa terjadi juga di kota-kota kecil semacam Kudus dan juga kota kota lain. Kudus seakan dibagi secara geografis ( kebetulan memang di belah oleh sungai Gelis) dan kultural bahkan kelas sosial. Seperti umumnya kisah pengkutuban, dari dua belahan kemudian muncul semacam prasangka sosial.

Apakah semua pembedaan itu dikarenakan otak kita yang nyatanya juga di bagi ke dalam belahan kiri dan kanan? Otak kita juga di bagi ke dalam hemisphere kiri dan kanan dimana otak kanan lebih berfungsi secara holistik, konseptual, estetik sedang otak kiri lebih kepada logika,rasional, sebagai pusat bahasa.

Akan tetapi pelajaran penting yang didapat dari otak adalah otak tidak bekerja seperti yang kita bayangkan, walaupun keduanya otak mengatur masing-masing fungsi tapi keduanya tidaklah bekerja secara terpisah, keduanya bersinergi.

Hal yang sama juga kita temukan pada kearifan China tentang poros Yin dan Yang yang masing-masing saling memiliki unsur lawan.
Dalam dunia filsafat China dikenal konsep dialektika Yin Yang yang berawal di abad ke 4 sebelum masehi. Yin adalah perlambang gelap, wanita, pasif , basah dan membumi dan Yang adalah aktif, terang, kering, surgawi. Yin & Yang adalah kekuatan yang berlawanan dan melengkapi karena di dalam Yin ada unsur Yang dan dalam yang ada unsur Yin.

Filsafat China merumuskan 2 kekuatan dasar yang di alam semesta dipercayai bergabung dalam variasi yang sebanding untuk menghasilkan wujud yang berbeda-beda.
Inti pengertian dari Yin Yang adalah pentingnya keseimbangan antara 2 unsur, ketidak harmonisan menghasilkan pemberontakan, banjir dan penyakit.
( Encarta Ensiclopedia).

Keterbelahan dunia mungkinkah ada tujuannya? Apakah semua itu semacam kesengajaan dari gejala hegemoni suatu kebudayaan? Apakah mungkin ada semacam praktik strategi kebudayaan dimana budaya yang lebih dominan kemudian memaksakan wacana? Dalam ranah akademis sudah benarkah definisi-definisi pembagian itu? Semoga semuanya hanya berhenti pada tingkat abstraksi dan hanya berguna sebagai alat demi meningkatkan martabat kemanusiaan itu sendiri, di tengah centang prenang sistem nilai, kekuasaan politik internasional yang tidak proporsional, lingkaran setan kebodohan di negeri miskin dan demi segala kebaikan yang mestinya di perjuangkan.

0 komentar:

Posting Komentar