Selasa, 07 Oktober 2008







Jamak diketahui bahwa seseorang akan selalu dikaitkan dengan tempat dimana dia tinggal, karena tempat atau domisili adalah lingkungan kehidupan. Sebuah lingkungan dimana kemudian seseorang akan dipengaruhi karakter, gaya, pandangan hidup, sikap dan nilai-nilai yang dianut bahkan tanggung jawabnya. Studi dalam kesenian terutama menyangkut subyek seniman akan ada metode untuk melacak jejak kecenderungan kreatif seseorang berdasar pada sejarah atau latar belakang hidupnya. Dimana saja tempat dalam sejarah hidupnya seseorang pernah tinggal akan menjadi rujukan karena Sejarah hidup seseorang adalah juga perkara lingkungan kehidupan/ masyarakat yang kemudian sampai sejauh mana mempengaruhi wujud karya karyanya.’ Para pencipta , mengalami banyak hal. Pertemuan dengan nilai-nilai sosialnya, dengan seniman-seniman lain dan bagaimana dia terus melahirkan karya-karya dari pertemuan itu. Pertemuan di dalam perjalanan dan bagaimana dia menemukan’.(Garin Nugroho, katalog Bienalle IX Yogyakarta).

Lingkungan kehidupan manusia pasti bukan sekedar daerah, semacam kota atau desa juga bukan hanya sekedar konsep ekosistem. Lingkungan kehidupan adalah hal kesadaran, semacam relasi subyek terhadap obyek, subyek dengan subyek. Bagi seorang seniman adalah sama saja dengan usaha untuk memaknai secara terus menerus, sebuah upaya menafsir diri dan lingkungannya.

Lingkungan kehidupan dalam matra waktu menjadi demikian dinamis karena selalu ada peristiwa. Peristiwa menghasilkan perubahan. Perubahan-perubahan ini terjadi karena bermacam alasan entah itu karena persoalan tata nilai, fluktuasi ekonomi, keputusan politik dan lain-lain. Selain beberapa hal seakan bersifat cenderung tetap terutama dalam hal-hal yang lebih bersifat mendasar. Misalnya nilai-nilai religius formal yang pada kenyataannya telah menjadi bagian dari karakter dalam hal ini adalah masyarakat Kudus sendiri.

Kudus adalah sebuah lingkungan kehidupan dimana di dalamnya bersemayam citra religius sesuai dengan pendapat Dr. R. Ng. Poerbatjaraka yang menyebutkan, di seluruh pulau Jawa, hanya ada satu tempat saja yang diberi nama dengan bahasa Arab, yaitu Kudus yang berarti Suci. Itulah keistimewaan kota Kudus yang masyarakatnya pada umumnya memiliki keyakinan terhadap agama islam yang kuat sekali (Ensiklopedi Islam, 1997/1998).

Secara geografis terletak di sebelah selatan kaki gunung Muria, yang memiliki karakter sendiri karena merupakan daerah pegunungan di pesisir utara pulau Jawa. Kudus kota sendiri dibelah oleh sungai Gelis yang mengalir ke selatan hingga membagi kota Kudus menjadi, Kudus Kulon yang terletak di sebelah barat dengan Kudus Wetan yang terletak di sebelah timur. Peninggalan sejarah yakni Menara Kudus yang berdampingan dengan Al-Masjid Al-Aqsha terletak di sebelah barat.

Kudus sendiri adalah kota yang bersejarah panjang yang tidak bisa dipisahkan dengan pendirinya yaitu Raden Ja’far Shadiq atau lebih dikenal sebagai Sunan Kudus yang adalah salah satu penyebar agama Islam di pesisir Jawa. Beberapa ritus atau kebiasaan yang berhubungan dengan Sunan ada didalamnya, misalnya pantangan untuk menyembelih sapi (sikap toleransi kepada penganut Hindu yang mensucikan sapi) dan upacara Haul Sunan Kudus semacam ritus upacara penggantian kain penutup makam Sunan. Dengan latar belakang demikian di seluruh pelosok Kudus terdapat banyak Pondok Pesantren .Hal ini membentuk citra yang berkarakter santri muslim kuat.

Selain itu Kudus dipersepsikan sebagai sebuah kota di Jawa Tengah yang memiliki ciri sosial ekonomi yang khas. Rokok , jenang, soto, bordir dan beberapa produk lain akan dengan mudah membawa imajinasi seorang tentang Kudus. Ada pandangan gusjigang, orang yang memenuhi kriteria bagus (bagus perilakunya), pinter ngaji (menguasai keilmuan) dan pinter dagang( terampil berdagang). Tiga hal itu menjadi semacam ciri yang melekat dalam diri Wong Kudus ( Kudus Kota Kretek, Maesah Anggni). Inikah kunci etos kerja warga Kudus yang tersohor itu? Sehingga membentuk ciri masyarakat santri muslim dengan tradisi ekonomi industri hingga kemudian konglomerat pertama Indonesia Nitisemito ada dan lahir di Kudus. Adanya kaum saudagar kemudian memicu lahirnya bentuk-bentuk arsitektur yang khas. Arsitektur bukan sekedar rumah tetapi juga sebuah kawasan berikut tata letaknya yang sekarang masih kita lihat dan ternyata bersama bentuk-bentuk budaya lain secara nyata tengah mengalami perubahan.

Kebudayaan adalah dinamika itu sendiri, karakter kultur pesisir yang konon terbuka terhadap pengaruh penetrasi kebudayaan dari luar mestinya menghasilkan dampak. Jika demikian apakah transformasi itu ada dan sedang terjadi di Kudus? Jika ada tranformasi sosial atau bahkan kebudayaan, sejauh manakah penetrasi terjadi? Bagaimanakah bentuk-bentuk tranformasi itu?

Jadi hendak ditegaskan bahwa, Kudus memiliki suatu entitas nilai dimana bisa saja ia telah menjadi icon kuat atau berupa gejala yang kemudian melahirkan tanda. Diantaranya adalah hipotesa mengenai transformasi itu sendiri, kebiasaan (adat), pola perilaku,sistem nilai, gaya hidup atau kecenderungan Trend. Gejala itu bisa saja tampil berupa peristiwa sehari-hari atau bahkan berbalut konflik antara sistem nilai dan tanda. Pengungkapan pada segi-segi terdalam diharapkan memunculkan gambaran kritis namun utuh dan apa adanya mengenai Kudus. Sehingga pada akhirnya akan memperkaya kazanah estetika pada lembaran budaya kontemporer.

Komunitas PAKU Kudus 24-1-08


0 komentar:

Posting Komentar