Senin, 13 Oktober 2008

POTENSI
Jawa Tengah semestinya sudah pantas mengadakan hajatan Biennale, melihat infrastruktur pendidikan Seni Rupa yang ada misalnya UNS dengan Jurusan Seni Rupa, ISI Surakarta,UNES, sekian lembaga pendidikan Swasta. Tidak diragukan lagi bahwa di dalam institusi ini berdiam pemikir-pemikir seni dengan keluaran baru sarjana seni tiap tahunnya. Disamping itu banyak komunitas seni di daerah salah satunya contoh yang terkenal adalah komunitas merapi, yang baru saja mengadakan festival tahunan Lima Gunung dengan melibatkan komunitas-komunitas seni di sekitarnya.

Jawa Tengah mengandung potensi seniman perupa berkualitas, hal ini juga dilihat oleh pengelola Galery seni Langgeng di Magelang. Juga kawasan Semarang yang akhir-akhir ini menampakkan geliat perupanya untuk eksis dalam tingkat nasional. Belum wilayah Surakarta dan sekitarnya yang sebagian perupanya telah mewarnai wacana seni rupa Tanah air. Juga perupa-perupa kawasan utara Jawa Tengah yang konon sempat terlupakan bahkan dalam peta seni rupa sekelas Jawa Tengah, sebenarya senantiasa gelisah mengenai eksistensi.

Lihat bagaimana perkembangan seni multi media di kawasan Jawa Tengah bagian barat, kawasan sekitar Banyumas, pekerja seninya fasih berkarya dalam media film digital dan banyak mengangkat isu lokal. Walaupun berbentuk film cerita kesadaran dan kepercayaan mereka terhadap media film sangat dekat dengan bentuk ekspresi seni multi media.

PERAN TAMAN BUDAYA
Taman Budaya Jawa Tengah yang kini berada Di Surakarta dulu TBS adalah Lembaga yang punya tanggung jawab besar, terutama terhadap perkembangan kesenian di Jawa Tengah.
Pada saat Surakarta tengah melakukan pembenahan besar-besaran terhadap paradigma pembangunannya juga pengembangan infrastruktur yang berbasis pada kebudayaan, TBJT bisa berperan lebih untuk memacu perkembangan wacana seni rupa pada tingkat Jawa Tengah. Dalam hal ini Penyelanggara Biennale sudah semestinya ada pada tangan TBJT dengan dukungan
lembaga-lembaga lain yang berkompeten.

Narasumber yang ada mestinya sudah memenuhi kalaupun kurang katakanlah untuk pengalaman kurasi setingkat biennale bisa bekerjasama dengan kurator profesional. Hal yang sama juga dilakukan pada Biennale Jawa Timur bahkan sudah dua kali event yang sama diselenggarakan,demikian juga pada Biennale Bali. Sangat dimungkinkan untuk menimba pengetahuan dari Taman Budaya Yogyakarta.

BENTUK dan FUNGSI
Bentuk penyelenggaraan sering memicu polemik, sejarah Biennale di Indonesia bisa menjadi contoh; Desember Hitam, Pameran Binal Seni Rupa di Jogja juga gerutuan perupa yang tidak terakses.Rumusan penyelenggaraan harus sudah jelas sejak awal dan mengkomunikasikan ke publik adalah permasalahan yang tidak kurang sulitnya karena seringkali masalah terjadi karena salah pengertian.

Biennale untuk Jawa Tengah mestinya memiliki kadar yang berbeda, adanya aspek pembelajaran dengan tidak mengesampingkan bobot Event, penekanan pada lokalitas yang artinya lingkup yang terbatas Jawa Tengah. Hal ini
diperlukan guna mematangkan sikap berkesenian publik Jawa Tengah.
Juga sekaligus menjadi alat tolok ukur sejauh mana pencapaian Wajah Seni rupa Jawa Tengah.

Membangun kesadaran 'pasar Wacana' yang artinya sikap dan pemikiran berkesenian adalah masalah penting selain sisi pasar karena walau bagaimanapun membentuk pasar melalui wacana adalah jalan yang lebih baik demi terbentuknya dinamika kreatif.
Dengan demikian diharapkan terbentuk atmosphere berkesenian sehat dan kreatif.

0 komentar:

Posting Komentar